Fadhilah Amal


Assalaamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh
abah…saya ingin bertanya tentang penempatan pengucapan “basmalah” dan “salam” khususnya hadits seperti dibawah ini (mohon betulkan kalau salah lafazhnya).
1. “kullu amrin dzi baalin laa yubda-u fiihi bibismillahirrohmanirrohim fahuwa aqtho’..”
apakah pengucapan basmalah tersebut merupakan syarat diterimnya ‘amal dalam setiap urusan kehidupan termasuk hal-hal kecil dan tentunya yang tidak dilarang oleh syar’i. lalu bagaimana kalau dihubungkan dengan mengawali khutbah. Apakah kalau kita langsung memberi salam tanpa basmalah dapat menggugurkan amal ibadah tersebut. mohon penjelasannya secara rinci

2. “laa taquuluu qoblas salaam..” tolong jelaskan maksud hadits ini, lalu bagaimanakah jika dihubungkan dengan pengucapan “basmalah” dan
3. “jika kamu bertemu maka ucapkanlah salam …” (maaf ini ayat atau hadits).
Bagaimana kalau dihubungkan dengan lafazh “laa taquulu qoblas salaam”, apakah mengucapkan salam ketika kita bertemu saja atau dalam setiap forum seperti syuro, ta’lim, tanya jawab dan sejenisnya harus mengucapkan salam. Bagi saya seolah-olah kontradiksi…?
Wassalaamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh
Anak baik,
wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuuh
1.a- tentang hadis kullu amrin dzi balin, dan seterusnya hadis itu tidak shahih, meskipun banyak dikutip oleh para ulama’.
Mari kita nikmayti penjelasan Syaikh al-Albani di dalam kitab irwa’ul Ghalil
كل أمر ذي بال لا يبدأ فيه ب ( بسم الله الرحمن الرحيم ) فهو أبتر
Setiap sesuatu yang ada kepentingannya tidak diawali dengan membaca bismillah ir-rahman ir-rahim maka ia terputus
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Khathib al-Baghdadi dan Abdul Qadir ar-Rahawiy.
Dari jalur Abdul Qadir ar-Rahawi, sanad hadis ini adalah dari Ahmad bin Muhammad bin ‘Imran, dari Muhammad bin Shalih al-bashri, dari Ubaid bin Abdul Wahid bin Syarik, dari ya’qub bin Ka’b al-Anthakiy, dari Mubasyir bin isma’il, dari al-Auza’I, dari az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah. Permasalahannya teletak pada Ahmad bin Muhammad bin Imran, Dia dikenal juga dengan nama Ibnu al-Jundi. Al-Khathib al-Baghdadi di dalam kitab taikh al-Baghdad menjelaskan tentang kepribadiannya, “Periwayatannya didla’ifkan, dan dia dicela karena madzhabnya (syi’ah). Karena itulah al-albani menganggap hadis ini dla’if jiddan 9sangat lemah)
Hadis yang sangat lemah tidak bisa menjadi hujjah, atau dasar hukum. Lalu mengapa kita memulai segala sesuatu dengan basalah? Karena meneladani kitabullah, dan juga meneladani Rasulullah yang memulai surat-suratnya dengan tulisan bismillah. Selain itu dalam beberapa hal Rasulullah dengan sangat jelas memerintahkan kita untuk membaca bismillah, seperti ketika makan.
Tetapi tidak dalam segala hal kita harus mengucap bismillah. Bismillah kita baca ketika ada perintah dari nabi sallallahu ‘alaihi wasallam. Jika perintahnya bukan membaca bismillah, maka tentunya tidak kita baca bismillah. Contoh, berpakaian itu sesuatu yang penting, tetapi untuk berpakaian kita baca dzikir atau do’a akan memakai pakaian.
Membaca basmalah bukan syarat diterimanya amal;. Sebab syarat diterimanya amal hanya tiga saja, 1) Islam atau tauhid, 2) ikhlash, yaitu beramal hanya untuk mencari ridla Allah, 3) Mutaba’ah atau sesuai dengan contoh rasul.
Demikian juga dalam khutbah, ketika kita mulai menghaap kepada jama’ah kita ucapkan salam. Dan khutbah, diawali dengan hamdalah, bukan dengan basmalah atau takbir.
2- Kata laa taqulu qablas salam juga bukan hadis. Atau hadis al-s-salamu qabla kalam, hadis ini juga dla’if
Ada hadis yang semakna dengan itu di antaranya adalah
لا تَبْدَؤُوا بِالْكَلامِ قَبْلَ السَّلامِ ، فَمَنْ بَدَأَ بِالْكَلامِ قَبْلَ السَّلامِ فَلا تُجِيبُوهُ.
Jangan kamu memulai pembicaraan sebelum mengucap salam. Barangsiapa memulai pembicaraan tanpa salam maka ia jangan kau jawab (salamnya)
Abu Hatim, di dalam ‘Ilal al-Hadits, mengatakan bahwa hadits tersebut adalah hadits bathil.
Hadis dla’if, apalagi kalau sampai kepada derajat bathil maka tidak bisa menjadi dasar hukum. Maka isi hadis ini jangan menjadi beban bagi Anda.
3- Jika bertemu saudara seiman dan seislam rasulullah menganjurkan agar mengucapkan salam, ini shahih, lengkapnya hadis tersebut adalah
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ . قِيلَ : مَا هِىَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ : إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَشَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda; Hak muslim kepada muslim yang lain ada enam. Beliau ditanya, apa saja enam itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab, Apabila kau bertemu maka ucapkanlah salam kepadanya, jika ia mengundangmu maka hadirilah, jika ia meminta nasehat maka nasehatilah,, jika ia bersin dan mengucap alhamdulillah maka do’akanlah, jika ia sakit maka bezuklah, dan jia ia meninggal maka antarkanlah (smpai kuburan) (HR Muslim)
Maka mengucap salam itu disunnahkan ketika bertemu, bukan karena akan berbicara. Demikian juga di dalam khutbah, khatib mengucapkan salam karena baru datang ke hadapan jama’ah, bukan karena akan berbicara.
Demikian pula ketika ada di dalam majelis, tidak perlu mengulang-ulang salam. Anda menganggap kontradiksi karena belum mengetahui hadis itu bisa menjadi dasar hukum atau tidak. Jika kita telah mengatahui, maka tidak ada kontradiksi. Allahu a’lam bish-shawab.